TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
Rabu, 13 Juni 2012
PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN DAN PEDESAAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pertambahan jumlah penduduk,
perubahan pola konsumsi, dan gaya hidup masyarakat telah meningkatkan jumlah
timbulan sampah, jenis, dan keberagaman karakteristik sampah.
Meningkatnya daya beli masyarakat terhadap berbagai jenis bahan pokok dan hasil
teknologi serta meningkatnya usaha atau kegiatan penunjang pertumbuhan ekonomi
suatu daerah juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kuantitas dan
kualitas sampah yang dihasilkan. Meningkatnya volume timbulan
sampah memerlukan pengelolaan. Pengelolaan sampah yang tidak mempergunakan
metode dan teknik pengelolaan sampah yang ramah lingkungan selain akan dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan juga akan sangat mengganggu
kelestarian fungsi lingkungan baik lingkungam pemukiman, hutan, persawahan,
sungai dan lautan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 18
Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses
alam yang berbentuk padat. Pengelolaan sampah dimaksudkan adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan
dan penanganan sampah. Berdasarkan sifat fisik dan kimianya sampah dapat
digolongkan menjadi: 1) sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah
organik seperti sisa sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain; 2) sampah yang
tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa bahan bangunan
dan lain-lain; 3) sampah yang berupa debu/abu; dan 4) sampah yang berbahaya
(B3) bagi kesehatan, seperti sampah berasal dari industri dan rumah sakit yang
mengandung zat-zat kimia dan agen penyakit yang berbahaya.
Untuk mewujudkan kota bersih dan
hijau, pemerintah telah mencanangkan berbagai program yang pada dasarnya
bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam
pengelolaan sampah. Program Adipura misalnya pada tahun 2010 telah mampu
mengantarkan Provinsi Aceh menjadi Provinsi Adipura karena semua kabupaten dan
kota di Aceh telah berhasil mendapatkan Anugerah Adipura. Walaupun telah
mendapat adipura bukan berarti tidak terdapat permasalahan sampah, Apresiasi
pemerintah dan masyarakat selalu dituntut untuk melakukan pengelolaan sampah
sehingga pada gilirannya sampah dapat diolah secara mandiri dan menjadi
sumberdaya. Mencermati penomena di atas maka sangat diperlukan model
pengelolaan sampah yang baik dan tepat dalam upaya mewujudkan perkotaan dan
perdesaan yang bersih dan hijau di Provinsi Aceh
BAB II
PEMBAHASAN
A. FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH
Pengelolaan
sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas
lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumberdaya. Dari sudut pandang
kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah
tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit
serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya
suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari
udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak
menimbulkan kebakaran dan yang lainnya
Meningkatnya
volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat urban dapat disaksikan dari
Kota Banda Aceh, yaitu pada tahun 2006 rata-rata produksi sampah sekitar 2.114 m3/hari yang bersumber
dari sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah
spesifik. Dalam jangka waktu 4 tahun, yaitu tahun 2010, jumlah produksi sampah telah meningkat menjadi 2.200 m3/hari
(Tim Kota Sanitasi Kota Banda Aceh, 2010). Sementara itu, rendahnya pengetahuan, kesadaran, dan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah menjadi suatu permasalahan yang perlu
mendapat perhatian dalam pengelolaan lingkungan bersih dan sehat.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengelolaan sampah di antaranya:
1)
sosial politik,
yang menyangkut kepedulian dan komitment pemerintah dalam menentukan anggaran
APBD untuk pengelolaan lingkungan (sampah), membuat keputusan publik dalam
pengelolaan sampah serta upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan
keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah.
2)
Aspek Sosial
Demografi yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan pariwisata, pasar dan
pertokoan, dan kegiatan rumah tangga).
3)
Sosial Budaya yang menyangkut keberadaan
dan interaksi antarlembaga desa/adat, keberadan lahan untuk tempat penampungan
sampah.
4)
finansial
(keuangan),
5)
keberadaan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan
6)
kordinasi
antarlembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan (sampah).
Pengelolaan
sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan penghambat dalam
upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Menurut
hasil penelitian faktor-faktor tersebut di antaranya adalah tingkat pendidikan,
penempatan tempat sampah di dalam rumah, keberadaan pemulung, adanya aksi
kebersihan, adanya peraturan tentang persampahan dan penegakan hukumnya.
Tingkat partisipasi masyarakat perkotaan (Kota Banda Aceh) dalam menangani sampah secara mandiri masih dalam katagori sedang sampai
rendah, masyarakat masih enggan melakukan pemilahan sampah.
Sampah semakin hari semakin sulit
dikelola, sehingga disamping kesadaran dan partisipasi masyarakat, pengembangan
teknologi dan model pengelolaan sampah merupakan usaha alternatif untuk
memelihara lingkungan yang sehat dan bersih serta dapat memberikan manfaat
lain.
B. KONDISI PENGELOLAAN SAMPAH SAAT INI
Berdasarkan
data SLHD Banda Aceh (2005) tampak bahwa pada saat
ini sampah sulit dikelola karena berbagai hal, antara lain:
a.
Cepatnya
perkembangan teknologi, lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk
mengelola dan memahami porsoalan sampah,
b.
Menigkatnya
tingkat hidup masyarakat, yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan
tentang sampah
c.
Meningkatnya
biaya operasional pengelolaan sampah
d.
Pengelolaan
sampah yang tidak efisien dan tidak benar menimbulkan permasalahan pencemaran
udara, tanah, dan air serta menurunnya estetika
e.
Ketidakmampuan
memelihara barang, mutu produk teknologi yang rendah akan mempercepat menjadi
sampah.
f.
Semakin
sulitnya mendapat lahan sebagai tempat pembuangan ahir sampah.
g.
Semakin
banyaknya masyarakat yang keberatan bahwa daerahnya dipakai tempat pembuangan
sampah.
h.
Sulitnya
menyimpan sampah yang cepat busuk, karena cuaca yang panas.
i.
Sulitnya
mencari partisipasi masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan
memelihara kebersihan.
j.
Pembiayaan yang
tidak memadai, mengingat bahwa sampai saat ini kebanyakan sampah dikelola oleh
pemerintah.
Penanganan
sampah yang telah dilakukan adalah pengumpulan sampah dari sumber-sumbernya,
seperti dari masyarakat (rumah tangga) dan tempat-tempat umum yang dikumpulkan
di TPS yang telah disediakan. Selanjutnya diangkut dengan truk yang telah
dilengkapi jarring ke TPA. Bagi daerah-daerah
yang belum mendapat pelayanan pengangkutan mengingat sarana dan prasara yang
terbatas telah dilakukan pengelolaan sampah secara swakelola dengan beberapa
jenis bantuan fasilitas pengangkutan. Bagi Usaha atau kegiatan yang
menghasilkan sampah lebih dari 1 m3/hari diangkut sendiri oleh
pengusaha atau bekerjasama dengan pihak lainnya seperti desa/kelurahan atau
pihak swasta. Penanganan sampah dari sumber-sumber sampah dengan cara tersebut
cukup efektif.
Beberapa usaha
yang telah berlangsung di TPA untuk mengurangi volume sampah, seperti telah
dilakukan pemilahan oleh pemulung untuk sampah yang dapat didaur ulang.
Ini ternyata sebagai matapencaharian untuk mendapatkan penghasilan.
Terhadap sampah yang mudah busuk telah dilakukan usaha pengomposan. Namun
usaha tersebut masih menyisakan sampah yang harus dikelola yang memerlukan
biaya yang tinggi dan lahan luas. Penanganan sisa sampah di TPA sampai saat ini
masih dengan cara pembakaran baik dengan insenerator atau pembakaran di
tempat terbuka dan open dumping dengan pembusukan secara
alami. Hal ini menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan, yaitu
pencemaran tanah, air, dan udara.
Pengelolaan
sampah dimasa yang akan datang perlu memperhatikan berbagai hal seperti:
1.
Penyusunan Peraturan daerah (Perda)
tentang pemilahan sampah
2.
Sosialisasi pembentukan kawasan bebas sampah, seperti
misalnya tempat-tempat wisata, pasar, terminal, jalan-jalan protokol,
kelurahan, dan lain sebagainya
3.
Penetapan peringkat kebersihan bagi kawasan-kawasan
umum
4.
Memberikan tekanan kepada para produsen barang-barang
dan konsumen untuk berpola produksi dan konsumsi yang lebih ramah lingkungan
5.
Memberikan tekanan kepada produsen untuk
bersedia menarik (membeli) kembali dari masyarakat atas kemasan produk
yang dijualnya, seperti bungkusan
plastik, botol, alluminium foil, dan lain lain.
6.
Peningkatan peran masyarakat melalui pengelolaan
sampah sekala kecil, bisa dimulai dari tingkat desa/kelurahan ataupun kecamatan,
termasuk dalam hal penggunaan teknologi daur ulang, komposting, dan penggunaan
incenerator.
7.
Peningkatan efektivitas fungsi dari TPA
8.
Mendorong transformasi (pergeseran) pola konsumsi
masyarakat untuk lebih menyukai produk-produk yang berasal dari daur ulang.
9.
Pengelolaan sampah dan limbah secara terpadu
10. Melakukan
koordinasi dengan instansi terkait baik di pusat maupun daerah, LSM, Perguruan
Tinggi untuk peningkatan kapasitas pengelolan limbah perkotaan
11. Melakukan
evaluasi dan monitoring permasalahan persampahan dan pengelolaannya, kondisi
TPA dari aspek lingkungan, pengembangan penerapan teknologi yang ramah
lingkungan
12. Optimalisasi
pendanaan dalam pengelolaan sampah perkotaan, pengembangan sistem pendanaan
pengelolaan sampah
13. Konsistensi
pelaksanaan peraturan perundangan tentang persampahan dan lingkungan hidup.
14. Meningkatkan
usaha swakelola penanganan sampah terutama sampah yang mudah terurai ditingkat
desa/kelurahan
15. Memberikan
fasilitasi, dorongan, pendampingan/advokasi kepada masyarakat dalam upaya
meningkatkan pengelolaan sampah.
Kota Denpasar, Kabupaten Badung,
Gianyar dan Tabanan telah melakukan kerjasama dalam usaha pengelolaan sampah
secara terpadu yang berorientasi pada teknologi. Pengelolaan sampah dengan pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah
lebih cepat, efektif dan efisien serta dapat memberikan manfaat lain.
C.
MODEL
PENGELOLAAN MASALAH SAMPAH PERKOTAAN DAN
PERDESAAN
Sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan pada Pasal 5 UU Pengelolan
Lingkungan Hidup No.23 Th.1997, bahwa masyarakat berhak atas
Lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk mendapatkan hak
tersebut, pada Pasal 6 dinyatakan bahwa masyarakat dan
pengusaha berkewajiban untuk berpartisipasi dalam memelihara kelestarian
fungsi lingkungan, mencegah dan menaggulangi pencemaran dan kerusakan
lingkungan. Terkait dengan ketentuan tersebut, dalam UU NO. 18 Tahun 2008
secara eksplisit juga dinyatakan, bahwa setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban dalam pengelolaan sampah. Dalam hal pengelolaan sampah pasal 12
dinyatakan, setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dengan
cara berwawasan lingkungan. Masyarakat juga dinyatakan berhak berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dan pengawasan di bidang
pengelolaan sampah. Tata cara partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah
dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik dan tatanan sosial
budaya daerah masing-masing. Berangkat dari ketentuan tersebut, tentu menjadi
kewajiban dan hak setiap orang baik secara individu maupun secara
kolektif, demikian pula kelompok masyarakat pengusaha dan komponen
masyarakat lain untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah dalam
upaya untuk menciptakan lingkungan perkotaan dan perdesaan yang baik,
bersih, dan sehat.
Beberapa pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengolahan sampah yang telah
dilaksanakan antara lain adalah:
1.
Teknologi Komposting
Pengomposan adalah salah satu cara pengolahan sampah, merupakan proses
dekomposisi dan stabilisasi bahan secara biologis dengan produk akhir yang
cukup stabil untuk digunakan di lahan pertanian tanpa pengaruh yang merugikan. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2008) menemukan bahwa pengomposan
dengan menggunakan metode yang lebih modern (aerasi) mampu menghasilkan kompos
yang memiliki butiran lebih halus, kandungan C, N, P, K lebih tinggi dan
pH, C/N rasio, dan kandungan Colform yang lebih rendah dibandingkan
dengan pengomposan secara konvensional.
2.
Pengolahan
sampah menjadi listrik.
Kota Banda Aceh, Kabupaten Biureun, Meulaboh dan Sabang telah melakukan kerjasama dalam
usaha pengelolaan sampah secara terpadu yang berorientasi pada teknologi dalam
suatu Badan Bersama. Teknologi yang direncanakan yaitu teknologi GALFAD (gasifikasi
landfill dan anaerobic digestion). Pengelolaan sampah dengan
pendekatan teknologi diharapkan penanganan sampah lebih cepat, efektif dan
efisien serta dapat memberikan manfaat lain.
3.
Pengelolaan
sampah mandiri
Pengolahan sampah mandiri adalah
pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat di lokasi sumber sampah
seperti di rumah-rumah tangga. Masyarakat perdesaan yang umumnya memiliki ruang
pekarangan lebih luas memiliki peluang yang cukup besar untuk melakukan
pengolahan sampah secara mandiri. Model pengelolaan sampah mandiri akan
memberikan manfaat lebih baik terhadap lingkungan serta dapat mengurangi beban
TPA. Pemilahan sampah secara mandiri oleh masyarakat di Kota Banda Aceh masih tergolong rendah yakni baru mencapai 20% (Diskeb, 2005).
4.
Model
pengelolaan sampah
pemukiman kota yang berbasis sosial
kemasyarakatan dapat dilakukan secara adaptif dengan memperhatikan aspek
karakteristik sosial dan budaya masyarakat, aspek ruang (lingkungan), volume,
dan jenis sampah yang dihasilkan.
Pola pengelolaan sampah berbasis
masyarakat sebaiknya dilakukan secara sinergis (terpadu) dari berbagai
elemen (Desa, pemerintah, LSM, pengusaha/swasta, sekolah, dan komponen lain
yang terkait) dengan menjadikan komunitas lokal sebagai objek dan
subjek pembangunan, khususnya dalam pengelolaan sampah untuk menciptakan
lingkungan bersih, aman, sehat, asri, dan lestari
Undang-Undang
tentang pengelolaan sampah telah menegaskan berbagai larangan seperti membuang
sampah tidak pada tempat yang ditentukan dan disediakan, membakar sampah yang
tidak sesuai dengan persyaratan teknis, serta melakukan
penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di TPA. Penutupan TPA dengan
pembuangan terbuka harus dihentikan dalam waktu 5 tahun setelah berlakunya UU
No. 18 Tahun 2008. Dalam upaya pengembangan model pengelolaan sampah
perkotaan harus dapat melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan
seperti pemerintah daerah, pengusaha, LSM, dan masyarakat. Komponen masyarakat
perkotaan lebih banyak berasal dari pemukiman, sedangkan di perdesaan umumnya
masih sangat erat kaitannya dengan keberadaan kawasan persawahan dengan
kelembagaan subak yang mesti dilibatkan. Pemilihan model sangat tergantung pada
karakteristik perkotaan dan perdesaan serta karakteristik sampah yang ada di
kawasan tersebut.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dengan
diberlakukannya UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah maka diperlukan
model pengelolaan sampah yang baik dan tepat untuk dikembangkan di perkotaan
dan perdesaan sehingga kualitas kesehatan, kualitas lingkungan dapat
ditingkatkan serta sampah dapat menjadi sumberdaya yang dapat dimanfaatkan
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Model hendaknya
melibatkan berbagai komponen pemangku kepentingan dan memperhatikan
karakteristik sampah, karakteristik perkotaan atau perdesaan serta keberadaan
sosial-budaya masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang No. 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Sampah
Nitikesari, Putu Ening. 2005.
Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Penanganan Sampah Secara Mandiri
di Kota Denpasar. Tesis Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Denpasar.
PPLH UNUD. 2005. Laporan Pengkajian Penyusunan Pedoman Dan Kriteria
Adipura Regional Provinsi Bali. Laporan
Penelitian Kerjasama PPLH UNUD dengan PUSREG Bali-Nusra. Denpasar.
Bapedalda Provinsi Bali dan PPLH
UNUD. 2005. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali. Denpasar.
PPLH UNUD. 2007. Kajian
Sosial Kemasyarakatan Model Pengelolaan Sampah Di
Lingkungan Pemukiman Perkotaan Di Provinsi Bali. Laporan Penelitian Kerjasama
PPLH UNUD dengan PUSREG Bali-Nusra. Denpasar.
Wahyu W., L.G. 2008. Studi Kualitas Hasil dan Efektivitas Pengomposan
Secara Konvensional Versus Modern di TPA Temesi- Gianyar Bali. Tesis Magister
Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar.
Langganan:
Postingan (Atom)
About
Himpunan Mahasiswa
Teknik Lingkungan
universitas serambi
Mekkah,Banda Aceh
Categories
- :) (2)